Pelemahan rupiah sekitar 20% dari akhir tahun 2012. Saat itu, posisi Rp 9.600 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi di kisaran Rp 11.000-Rp 11.500 per dolar AS.
Mirza menambahkan, kurs melemah memberikan hasil berupa surplusnya neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan terjadi surplus sebesar US$ 42,4 juta pada Oktober 2013.
Selain itu kenaikan BI rate/ suku bunga acuan yang telah dilakukan Dewan Gubernur BI sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% merupakan langkah yang sudah dipertimbangkan dengan matang. Mirza juga membantah kenaikan dilakukan bukan untuk melemahkan rupiah.
"Menaikkan bunga secara terukur, jadi tidak mungkin kita menaikkan tanpa memikirkan bagaimana dampaknya," kata Mirza.
Sementara itu, Mirza juga menjelaskan pelemahan rupiah yang terjadi selama ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu permintaan akan valas yang meningkat dan masih banyaknya eksportir yang menahan dolarnya.
"Yang menurut kami sebaiknya eksportir sudah bisa mulai menjual, rupiah di 11.000-11.500 itu sudah pas, karena terbukti dari neraca perdagangan surplus," tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar